On Wednesday (23-11), the UGM Department of History organized an event entitled Environmental History Conference: Dialogue of Academics and Movements in Shared Environmental History. The event lasted for 2 days in the multimedia room of Margono Building, Faculty of Cultural Sciences UGM. The conference was organized to build an environmental history education base that is relevant to the needs of the environmental movement. This is done by creating a deep understanding of the forms of research and knowledge needed by the movement.
2022
Rabu (23-11), Departemen Sejarah UGM menyelenggarakan acara bertajuk Konferensi Sejarah Lingkungan: Dialog Akademisi dan Pergerakan dalam Sejarah Lingkungan Bersama. Acara ini berlangsung selama 2 hari di ruang multimedia Gedung Margono, Fakultas Ilmu Budaya UGM. Konferensi ini diselenggarakan untuk membangun basis pendidikan sejarah lingkungan yang relevan dengan kebutuhan pergerakan lingkungan. Hal ini dilakukan dengan menciptakan pemahaman mendalam mengenai bentuk penelitian dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh gerakan.
On Monday (14-11), the History Department of Universitas Gadjah Mada held an Oral History Exhibition “Soeara Rakjat Tahun 1945-1965”. The event was held in the basement of Soegondo Building, Faculty of Cultural Studies UGM until November 24, 2022. The opening of the event presented Satrio Dwicahyo, Muhammad Faisal Adnan, and Dinda Nabila. In the opening, it was mentioned that this exhibition was the result of the annual assignment of the class of 2019 in the Oral History class.
There are several themes raised in this exhibition, namely family, education, military, culture, and politics. Although the themes vary, they all have one goal, which is to present people’s perspectives on history. In general, history presents stories of great figures. However, in the midst of great change, many people are affected, from members of religious organizations to residents of burnt houses. Their hardships, struggles, feelings and aspirations are the main focus of this exhibition.
Senin (14-11), Departemen Sejarah Universitas Gadjah Mada menggelar Pameran Sejarah Lisan “Soeara Rakjat Tahun 1945-1965”. Acara ini diadakan di basement Gedung Soegondo FIB UGM hingga 24 November 2022. Pembukaan acara menghadirkan Satrio Dwicahyo, Muhammad Faisal Adnan, dan Dinda Nabila. Dalam pembukaan tersebut, disebutkan bahwa pameran ini merupakan hasil dari penugasan tahunan angkatan 2019 dalam kelas Sejarah Lisan.
Terdapat beberapa tema yang diangkat dalam pameran ini, yakni keluarga, pendidikan, militer, budaya, dan politik. Meskipun tema bervariasi, mereka semua memiliki satu tujuan, yakni menghadirkan sudut pandang masyarakat dalam sejarah. Pada umumnya, sejarah menghadirkan cerita tokoh-tokoh besar. Namun, di tengah perubahan besar, banyak pihak yang terdampak, mulai dari anggota organisasi keagamaan hingga penghuni rumah yang terbakar. Kesulitan, perjuangan, perasaan, dan aspirasi merekalah yang menjadi perhatian utama pameran ini.
Wednesday (19-10), The Department of History UGM conducted a workshop entitled Transnational Histories of Activism in Southeast Asia and Beyond. With Bristol University and Ruang Arsip dan Sejarah Perempuan (RUAS), speakers from different fields were invited to present a public lecture on transnational activism. The speakers included Brigitta Isabella, Fadiah Nadwa Fikri, Ita F. Nadia, Su Lin Lewis, Widya Fitrianingsih, Wildan Sena Utama, and Yulianti. The event started with a speech from Abdul Wahid, the head of History Department UGM.
Rabu (19-10), Departemen Sejarah UGM menyelenggarakan workshop bertajuk Transnational Histories of Activism in Southeast Asia and Beyond. Bersama dengan Bristol University dan Ruang Arsip dan Sejarah Perempuan (RUAS), pembicara dari berbagai bidang diundang untuk memberikan kuliah umum mengenai aktivisme transnasional. Pembicara-pembicara yang diundang mencakup Brigitta Isabella, Fadiah Nadwa Fikri, Ita F. Nadia, Su Lin Lewis, Widya Fitrianingsih, Wildan Sena Utama, dan Yulianti. Acara dimulai dengan sambutan dari Abdul Wahid selaku Ketua Departemen Sejarah UGM.
Tuesday (20-9), Department of History UGM conducted a public lecture entitled Towards an End of Colonialism: Mid-Century European Photographers Working for an Independent Indonesia. Brian Arnold from Cornell University became the speaker of this lecture, accompanied by Satrio Dwicahyo, a lecturer from Department of History UGM. In this public lecture, Arnold discussed the power of photography and European photographers who sided with Indonesia.
Photography is often seen as a snippet of the past. In both archives and history books, it seems like a neutral static proof of the actuality of an event. However, Arnold argued that photos are so much more complex than that. It is a powerful tool to disseminate knowledge. “Everything that a photographer experiences affects the decisions they make,” explained Arnold. “What is in the frame is as important as what is not in the frame. All of that creates subjective sensibility in photography.” That subjectivity can be manifested in the way as subtle as the background of a photographer following orders, to concrete ones such as institutionalized interests.
Selasa (20-9), Departemen Sejarah UGM mengadakan kuliah umum berjudul Towards an End of Colonialism: Mid-Century European Photographers Working for an Independent Indonesia. Brian Arnold dari Cornell University menjadi pembicara dalam acara ini, ditemani oleh Satrio Dwicahyo, dosen Departemen Sejarah UGM. Dalam kuliah umum tersebut, Arnold berbicara mengenai kekuatan foto dan para fotografer Eropa yang berpihak kepada Indonesia.
Fotografi seringkali dipandang sebagai cuplikan suatu keadaan pada masa lalu. Dalam arsip maupun buku sejarah, ia bagaikan bukti statis yang netral atas terjadinya sesuatu. Namun, Arnold berargumen bahwa foto lebih kompleks daripada itu. Ia merupakan alat yang manjur untuk mendiseminasi pengetahuan. “Semua hal yang pernah dilalui oleh seorang fotografer memengaruhi caranya mengambil foto,” ujar Arnold. “Apa yang dibingkai di dalam foto sama pentingnya dengan apa yang tidak dibingkai di dalam foto. Semua itu menciptakan sensibilitas subjektif dalam fotografi.” Subjektivitas itu dapat muncul dalam bentuk sehalus latar belakang pemotret yang hanya mengikuti perintah atasan maupun kepentingan yang terinstitusionalisasi.
The Library of History Department UGM has a collection of history books, books on humanities, text and photo archives, as well as alumni theses. This collection is continually updated through the books donated by the public. Below is the procedure of book donation:
- The theme of the books is related with history and/or other sciences that are relevant
- The book is complete
- The book is in good condition and readable
- The donor is the owner or owns the permission of the book owner
- The donor’s identity is clear
Perpustakaan Departemen Sejarah UGM memiliki koleksi buku-buku sejarah, buku-buku ilmu humaniora, arsip teks dan foto, serta skripsi alumni. Koleksi ini terus dikembangkan dengan penerimaan hibah buku dari publik. Berikut adalah ketentuan dan prosedur hibah buku:
- Tema buku berada dalam koridor keilmuan sejarah dan/atau ilmu-ilmu lain yang relevan
- Buku dalam kondisi lengkap
- Buku dalam kondisi yang baik dan dapat dibaca
- Pemberi hibah adalah pemilik langsung atau memiliki persetujuan pemilik buku tersebut
- Pemberi hibah jelas agar buku-buku yang dihibahkan dapat dipertanggungjawabkan