
Pada Selasa, 24 Juni 2025, Departemen Sejarah telah melaksanakan seminar dengan judul “70 Tahun Konferensi Bandung: Dekolonisasi, Pengetahuan, dan Solidaritas Internasional”. Seminar berjalan selama tiga jam lebih, dari jam 10.00 hingga 13.00 WIB, dan dilaksanakan di Ruang Sidang I, Gedung Poerbatjaraka, FIB UGM. Acara dihadiri oleh tiga pembicara, yakni Dr. Wildan Sena Utama, Rachmi Diyah Larasati, dan Ita Fatia Nadila, dan seorang moderator, yakni Ayu Wulandari.
Materi pertama disampaikan oleh Dr. Wildan Sena Utama. Dalam presentasinya, ia berpendapat akan bagaimana Konferensi Asia-Afrika (KAA) menciptakan “momen Bandung”, yang melihat kekuatan kolektif dari berbagai negara dunia ketiga, baik yang sudah merdeka (seperti India dan Libya), maupun yang belum (seperti Pantai Gading). Kekuatan kolektif ini dipusatkan kepada usaha untuk mendokolonisasi tatanan dunia secara sistematis. Beberapa hal tersebut dilakukan melalui penawaran pendidikan gratis tanpa melihat latar belakang muridnya, dan penekanan kolonialisme terhadap realitas kebudayaan Asia-Afrika, seperti masyarakat Libya yang lebih fasih berbahasa Prancis ketimbang bahasa ibunya, yakni Arab.
Materi kedua kemudian disampaikan oleh Rachmi Diyah Larasati. Ia mengelaborasikan terkait dampak kolonialisme terhadap Dunia Selatan secara keseluruhan. Semisal, kolonialisme menstigmatisasikan berbagai masyarakat di Dunia Selatan melalui eksotisme dan orientalisme. Materi terakhir kemudian dibawa oleh Ita Fatia Nadia. Dalam materinya, Ita mengungkap pentingnya peran aktif perempuan Indonesia dalam gerakan dekolonisasi, terutama pada tahun 50-an, yang melihat partisipasi langsung dari delegasi perempuan dari Indonesia di berbagai konferensi internasional.
Seminar ini penting untuk diperhatikan karena telah menyoroti akan gerakan dekolonialisasi yang sudah terbentuk sedari lama. Selain itu, seminar ini menjadi refleksi penting akan sejauh mana gerakan dekolonialisasi hingga dewasa kini telah terjadi.
Penulis: Muhammad Fadhlan Hamidan