Orde Baru menjadi materi penting dalam kajian sejarah Indonesia kontemporer. Bukan saja karena lama waktu kekuasaan –yakni 32 tahun. Akan tetapi Orde Baru memberikan satu warisan sejarah, yang sampai sekarang masih dirasakan. Bahkan pada beberapa kasus warisannya malah diproduksi kembali pada masa reformasi –setelah Orde Baru tumbang. Meski begitu yang menjadi menarik bagi peneliti adalah bagaimana skema negara Orde Baru bekerja. Sejarawan UGM, Farabi Fakih, dalam disertasinya menyebut Orde Baru adalah Managerial State. Suatu terminologi yang menunjukan bahwa Orde Baru bekerja layaknya korporasi.
Sebagai upaya menyediakan ruang dialektika perihal tema tersebut, Departemen Sejarah FIB UGM mengadakan kuliah umum dengan tema “Benevolent bandits? Interest, institutions, and ideology in New Order”. Acara dilaksanakan pada Jumat (17/2/2017) di ruang multimedia lantai II, Gedung Margono FIB UGM. Prof. David Henley dari Universitas Leiden menjadi pemateri tunggal.
Prof. David Henley saat ini mengajar sejarah Indonesia kontemporer di Universitas Leiden. Beliau memfokuskan kajian dan risetnya pada sejarah politik dan geografi Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Sementara untuk minat khusus di Indonesia, ia tertarik mengkaji wilayah Sulawesi. Perihal wilayah Sulawesi, risetnya mengambil tema tentang nasionalisme dan kedaerahan, sejarah lingkungan, demografi, serta pertanian. Sementara untuk batas temporal waktu adalah saat ekspansi kolonial. Di sisi lain, penelitiann terbarunya adalah tentang sejarah ekonomi komparatif Asia Tenggara dan Afrika Sub-Sahara, dan studi tentang proses pembentukan negara di Asia Tenggara. Selain tercatat sebagai pengajar di Universitas Leiden, ia juga peneliti di Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies (KITLV) pada tahun 1993-2011. Pernah juga mengajar di Asian Studies, Griffith University, Brisbane pada 1991-1992.
Selain mengajar dan meneliti, Prof. David Henley adalah anggota dewan penasihat redaksi, International Journal of Studies Indonesia. Anggota dewan penasihat CHATSEA. Sebagai anggota komite penasihat, Van Vollenhoven Instituut en Adatrechtfonds van de Vereniging KITLV. Selain itu, beliau juga merupakan anggota dewan penasihat redaksi Moussons: Sosial Science Research di Asia Tenggara dari 1999-sekarang. Di samping itu ia pernah menjadi kontributor dan editor di Indonesian Environmental History Newsletter.
Benevolent Bandits?
Saat itu Prof. David Henley memulai presentasi dengan sebuah pertanyaan. Apakah Orde Baru bandit yang baik? Dalam risetnya ia menggunakan perspektif politik dengan meminjam konsep stationary bandit. Secara sederhana stationary bandit adalah elit politik (pusat) yang menggunakan kekuasaannya dengan tujuan kurang benar –yakni memperkuat jaringan dan kemudian memenuhi kepentingan pribadi- dengan cara membentuk kelompok di daerah lain suatu negara (dan pada beberapa kasus juga oligarki -keluarga). Konsep itu diperkenalkan oleh Mancur Olson dalam bukunya Power and Prosperity. Mancur Olson memilih Rusia awal 1990-an dan Cina pada awal abad-20 sebagai wilayah sampel.
Pemilihan itu didasarkan atas beberapa pertimbangan. Pertama, Rusia -sebelum terjadi transformasi politik- mempunyai ciri pemerintahan yang diktator dan represif. Moskow mengambil kekayaan daerah kemudian dinikmati elit pusat. Kedua, baik Cina atau pun Rusia ternyata tidak mampu menghentikan aktivitas pengurasan berlebih yang dilakukan oleh oligarki elit lokal. Ketiga, transformasi politik di kedua negara yang berlangsung cepat sekaligus tidak terarah dimanfaatkan oleh oligarki lokal dan pusat untuk memperkaya diri mereka dan kelompoknya. Keempat, setelah terjadi perubahan politik, oligarki elit politik di daerah tetap melakukan eksploitasi yang berlebihan terhadap kekayaan alam daerah.
Tentu saja apa yang terjadi di Rusia dan Cina berbeda dengan keadaan di Indonesia. Di Indonesia, Orde Baru merampok kekayaan rakyatnya sendiri dengan menggunakan cara monopoli. Hal itu berkaitan dengan monopoli yang dilakukan keluarga Soeharto saat itu. Anak-anak Soeharto dibuatkan perusahaan masing-masing dan bergerak di bidang tertentu. Sementara di bidang lain pun, urusan itu dipegang oleh kroni Soeharto, salah satunya adalah Soedono Salim, kata David Hanley. Sementara itu elit lokal berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat.
Menurut David Hanley, dengan keluarga Soeharto yang bekerja layaknya bandit, saat itu sebenarnya telah terjadi disorganisasi dan sebuah budaya korupsi yang kompetitif sebagai implikasinya. Akan tetapi, di luar dari itu semua, untuk menjawab pertanyaan, apakah Orde Baru adalah bandit yang baik? David Hanley tidak terburu-buru untuk menjawab ‘ya’ atau ‘tidak’. Sepertinya jawaban itu dikembalikan pada penilaian masing-masing. Meski begitu, menurut David Henley, Orde Baru adalah contoh yang bagus dari implementasi stationary bandit. Karena pada saat yang sama, berbarengan dengan praktik monopoli, mereka juga turut memompa pertumbuhan ekonomi –menjadi semakin baik. (Sej/Bagus)