Masih sangat jarang, dalam historiografi Indonesia pada khususnya yang membahas olah raga sebagai topik kajian sejarah. Berpijak dari hal itu, Departemen Sejarah FIB UGM mengadakan kuliah umum secara beruntun. Masing-masing pada Jumat (10/2) dan Senin, (13/2). Kuliah umum mengundang Dr. Russell Field dari University Of Manitoba. Ia adalah assisten Profesor yang menggeluti tema olah raga, khususnya relasi olah raga dan politik. Pada pertemuan pertama, Jumat (10/2), Dr. Russel lebih menyoroti olah raga dan historiografi.
Berbeda dengan kuliah umum pertama, presentasi kedua Dr. Russell mengusung tema “Three Worlds Collide : GANEFO and Reconsideration of Sport and Politic in the 1960s”. Pada pertemuan kedua, yang dilaksanakan Senin (13/2) pembahasan difokuskan pada riset yang telah dilakukan Russell. Riset itu mengangkat tema olah raga dengan Games Of New Emerging Force (Ganefo) sebagai topik penelitian. Kuliah kedua Russell itu, dilaksanakan di ruang multimedia, lantai II gedung margono, FIB UGM. Peserta yang hadir adalah mahasiswa sejarah FIB UGM, dan umum.
Dari hasil riset Dr. Russell atas Ganefo terdapat beberapa temuan menarik. Ganefo yang digelar pada 1963 diadakan bukan tanpa pertimbangan. Ia merupakan perwujudan simbolis visi Soekarno. Pandangan tentang persatuan Asia-Afrika, semangat dekolonisasi dan Anti-imperialisme. Pada perkembangannya, Ganefo dibuat sebagai tandingan dari Olimpiade. Karena menurut Soekarno dan beberapa tokoh negara blok timur kala itu, olah raga bisa menjadi sarana infiltrasi budaya barat ke timur. Hal itu yang kemudian mereka lawan.
Ketika Ganefo digelar terdapat beberapa resistansi kecil dari beberapa tokoh (politik) Indonesia. Beberapa kelompok di Indonesia kala itu -dengan suhu politik yang kian memanas dan PKI sedang mesra dengan Soekarno- Ganefo dianggap sebagai bukti kecondongan Soekarno ke blok Timur. Dr. Russel Field dengan risetnya berusaha membantah itu. Bahwa apa yang dituduhkan tentang Ganefo tidak sepenuhnya benar. Ganefo pada beberapa sisi mewakili semangat persatuan kaum terjajah –bekas koloni- di Asia dan Afrika. Dan merupakan perang simbolis terbuka terhadap blok Barat. Meski konsekuensinya, banyak dari bekas negara koloni itu memiliki prefrensi ideologi ke blok timur dikarenakan persamaan visi.
Akan tetapi, masyarakat pada umumnya, tidak begitu memprotes gelaran Ganefo di Jakarta. Meskipun keadaan ekonomi saat itu sedang lesu. Anehnya, protes yang dilayangkan masyarakat justru bukan perihal ekonomi, dimana pemerintah saat itu tidak bisa mengatur dengan baik. Akan tetapi, masyarakat banyak turun ke jalan untuk menyerukan semangat anti-imperialis yang digagas Soekarno. Hal itu, menurut Russel, berarti semangat Soekarno berhasil sampai kepada masyarakat. Di sisi lain, negara-negara yang berpartisipasi mengikuti Ganefo pun, mempunyai kepentingan menunjukkan supremasi mereka masing-masing. (Sej/Bagus)