Isu penduduk cukup mendapat perhatian akhir-akhir ini. Di Indonesia, menurut laporan LIPI, pada 2020-2030 nanti, Indonesia akan mendapat bonus demografi. Berdasarkan perhitungan, pada rentang tahun itu proporsi jumlah penduduk Indonesia mengalami tingkatan yang baik jika dilihat dari segi ekonomi. Jumlah penduduk usia produktif (17-64 tahun) akan lebih banyak dari usia non-produktif. Perbandingannya menyentuh angka 70 banding 30 persen. Hal ini berbanding terbalik dengan keadaan yang ada di Jepang. Kurva penduduk di negeri ‘matahari terbit’ itu membentuk segitiga terbalik. Jepang mengalami beban penduduk usia senja yang banyak.
Sebagai respon terhadap isu penduduk yang sedang muncul ke permukaan, Rabu (29/3) Departemen Sejarah UGM melaksanakan kuliah umum dengan tema “A Comparative Study On Socio-Economic Changes Among Several Areas In Tropical Asia During 19th Century” di ruang multimedia, gedung Margono FIB UGM. Kuliah umum mengundang Prof. Kohei Wakimura dari Universitas Osaka, Jepang, sebagai pemateri. Beliau merupakan pakar sejarah sosial-ekonomi di Asia, khususnya wilayah India. Menurut Kohei, masalah pertumbuhan penduduk di kawasan Asia sebetulnya bukan perkara baru. Pada abad 19 Jawa dan Filipina juga pernah mengalami ledakan penduduk. “Akan tetapi yang mesti digarisbawahi adalah, bagaimana fenomena itu bisa terjadi? Kultur dan kondisi sosial-ekonomi apa yang menyebabkannya?” kata Kohei. Untuk menjelaskan kasus pertumbuhan populasi yang ada di Jawa dan Filipina, Kohei meminjam hipotesis David Henley, yang menyebutkan bahwa pertumbuhan penduduk di kedua wilayah dipengaruhi oleh faktor ekonomi terutama meningkatnya aktivitas ekspor dagang.
Sebagai sejarawan yang memfokuskan diri pada aliran global history, Kohei Wakimura berusaha melihat koneksi antar wilayah. Pertumbuhan penduduk yang ada di Jawa dan Filipina kemudian dibandingkan dengan negara-negara di Asia Timur dan sub sahara Afrika. Kohei menyebut daerah-daerah itu sebagai lintasan tiga wilayah tropis sekeliling samudera India. Pada giliran selanjutnya ia ingin mengajukan pertanyaan bagaimana lingkungan mempengaruhi masing-masing wilayah (tiga lintasan sejarah tropis) dalam menentukan sejarahnya. “Lingkungan ini bisa faktor alam, atau pun struktur sosial ekonomi” tambah Kohei. Hasilnya memang tiga wilayah itu mempunyai perbedaan yang mencolok dalam hal perbandingan pertumbuhan populai penduduk. “Perbedaan ini bisa disebabkan dari kesuburan tanah, karena berkaitan dengan faktor produksi, epidemiologi dan sebagainya” terang Kohei.
Kesimpulan yang didapat dari riset Kohei Wakimuran adalah ada perbedaan rentang waktu, pertumbuhan populasi penduduk di kawasan Asia Tenggara, Timur, dan Afrika. Di Asia Tenggara pada abad 19 pertumbuhan populasi tinggi. Sementara Asia selatan, sedikit disinggung Kohei, pertumbuhan populasinya bermacam-macam. “Untuk wilayah India memang cenderung fluktuatif, jadi beragam” terang Kohei. Di sisi lain pertumbuhan populasi di wilayah Afrika terjadi setelah di Asia Tenggara. Afrika mengalami pertumbuhan populasi pada pertengahan abad 20. Pertumbuhan ini terbilang cukup terlambat. Jepang dan kawasan Asia Timur justru berbanding terbalik dari wilayah Afrika. Asia Timur mengalami pertumbuhan poulasi lebih awal dari Asia Tenggara. “Namun saya belum tahu kenapa, itu yang mungkin harus kita cari.” pungkas Kohei. (Sej/Bagus)