Membangun Warisan Sadar Sejarah Berbasis Komunitas
Departemen Sejarah, Universitas Gadjah Mada
5-10 August 2024
Tentang Summer School
Pengembalian warisan-warisan benda dari Belanda ke Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini telah menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat mengenai makna daripada warisan benda dalam masyarakat. Sudah tidak dipungkiri lagi bahwa museum merupakan lembaga yang asing bagi masyarakat Indonesia dan bahwa museum hanya dikunjungi oleh anak-anak sekolah yang diwajibkan datang. Mengapa warisan benda dan lembaga yang menaunginya seperti museum sering dianggap asing dan jauh dari komunitas? Kritik dari pengkaji warisan budaya menengarai bahwa salah satu alasan utama akan jarak dan keterasingan warisan yang tersimpan dalam museum terletak pada sifat inheren museum sebagai lembaga kolonial. Museum dan produksi pengetahuan mengenai warisan yang muncul beriringan dengan kolonialisme dan pembentukkan ilmu-ilmu seperti arkeologi dan linguistik itu bebasis pada ontologi Barat yang oleh karena itu sebenarnya mengandung dan mereplikasi kekerasan-kekerasan epistemik daripada penjajahan Barat.
Beberapa tahun belakangan ini, muncul perdebatan tentang aspek legitimasi dan legalitas artefak dan benda-benda bersejarah di Asia, Afrika dan Amerika Selatan di museum-museum yang berlokasi di Barat. Koleksi yang umumnya dijarah oleh pemerintah kolonial ketika berkuasa atas wilayah jajahan merupakan bagian daripada sistem ontologi kekuasaan kolonial dan klaim Barat atas posisi paternalistik mereka sebagai penjaga (steward) warisan dunia. Klaim ini merupakan bagian dari kekerasan epistemis penjajahan yang menghapus pondasi epistemik budaya dan masyarakat non-Barat atas kepemilikan warisan ini. Ke-efektifitasan klaim Barat ini berasal dari asumsi keobyektifan dan universalitas daripada ontologi Barat – dan sehingga terjemahannya atas warisan dan benda bersejarah itu dianggap tercerabut dari alur historis dan geografisnya. Tetapi klaim ini merupaka bentukkan daripada pengetahuan Barat dalam strategi kontrol kekuasaanya pada zaman penjajahan. Pemahaman historis mengenai pembentukkan ontologi dan produksi pengetahuan kolonial akan bermanfaat untuk men-dekolonisasi warisan dan benda bersejarah ini. Kesadaran dekolonial terhadap heritage berarti memahami bahwa heritage semata-mata bukanlah sebuah artefak, bangunan, monumen, dan tugu tetapi juga terdapat kontestasi dan hierarki kekuasaan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan di balik benda-benda tersebut.
Kontestasi dan hierarki tersebut tidak hanya berlangsung di masa kolonialisme formal, tetapi juga terendap sebagai warisan hidup dalam tatanan masyarakat kontemporer di mana terjadi ketimpangan dalam hal sosial, kebudayaan, dan produksi pengetahuan antara negara-negara bekas terjajah. Yang ingin dibangun oleh dekolonialitas warisan adalah penciptaan ontologi dan epistemologi pluriversal – dan efeknya terhadap lembaga-lembaga warisan dan benda bersejarah turunan Barat, khususnya museum dan lembaga penelitian/universitas. Mengingat bahwa semakin banyak warisan dan benda bersejarah akan dikembalikan dari museum-museum dari Belanda ke Indonesia, maka pertanyaan akan penciptaan lembaga dan komunitas warisan yang hidup dan terhubung dengan masyarakat Indonesia akan menjadi semakin penting.
Summer school warisan kritis yang pertama diselenggarakan oleh Departemen Sejarah, Universitas Gadjah Mada, bertujuan untuk memberi ruang diskusi dan eksperimentasi pada mereka yang terlibat dalam pembentukkan pengetahuan dan lembaga pengelolaan warisan: ini termasuk sejarawan, arkeolog, administrator dan kurator museum, lembaga masyarakat atau komunitas pegiat warisan, pegawai kantor pemerintah yang menaungi warisan, lembaga-lembaga tradisional seperti Kraton atau lembaga masyarakat adat dan lain-lain. Mengikuti studi dan pandangan yang telah dilakukan oleh Marieke Bloembergen dan Martin Eijkhoff, maka summer school akan menelusuri akar historis produksi pengetahuan warisan berbasis pada dua hal. Pertama, menelusuri obyek dan perpindahan mereka dalam sejarah dan lembaga warisan dari situs di Indonesia sampai ke, sebagai contoh, museum Volkenkunde di Leiden, Belanda. Kedua, mengunjungi situs di sekitar Yogyakarta untuk memahami absensi obyek dan efeknya terhadap komunitas – serta bagaimana ontologi dan epistemologi lokal dapat menjadi bagian daripada pembentukkan warisan yang pluriversal. Terakhir, kita akan mengeksplorasi bagaimana situs dan obyek warisan ini dapat menjadi bagian inti dari pembentukkan komunitas warisan yang relevan untuk masa kini.
Pendekatan Situs dan Obyek dalam Pembentukkan Komunitas
Pendekatan yang dipakai dalam summer school adalah pendekatan sejarah kritis dengan menggunakan metode situs dan obyek. Situs adalah tempat dan lokalitas dimana obyek tersebut berada – sementara itu obyek adalah benda yang seringkali dicerabut dari situs.
Yogyakarta sebagai pusat dari kebudayaan Jawa itu mengandung banyak situs dan obyek warisan yang telah mengalami kekerasan epistemik, institusional maupun spasial akibat dari proyek besar produksi pengetahuan kolonialisme Belanda – yang dimulai semenjak awal dari pendirian negara Hindia Belanda pada awal abad ke-19.
Peserta summer school akan mendapatkan kuliah di kampus dan museum serta kuliah/penelitian lapangan di situs. Situs yang akan dikunjungi termasuk situs religi, situs seni, situs kota/komunitas kota, situs budaya/sejarah, dan lain-lain.
Untuk yang berminat mengikuti summer school ini, silakan mendaftar melalui formulir pada tautan di bawah ini:
Pemateri
- Prof. Kate McGregor (Melbourne University)
- Prof. Marieke Bloembergen (KITLV-Leiden University)
- Prof. Susan Legêne (Vrije Universiteit Amsterdam)
- Dr. Daud Tanudirdjo (Universitas Gadjah Mada)
- Dr. Elena Paskaleva (Leiden University)
- Dr. Lesley Pullen (SOAS)
- Dr. Mikke Susanto (ISI Yogyakarta)
- Dr. Sri Margana (Universitas Gadjah Mada)
- Ir. Ikaputra, M.Eng., Ph.D. (Universitas Gadjah Mada)
Catatan
- Summer school ini akan diselenggarakan dalam bahasa Indonesia dan Inggris;
- Hanya sekitar 30 pendaftar yang akan terpilih sebagai peserta summer school;
- Biaya keikutsertaan program sebesar Rp. 500.000 yang dibayarkan ketika terpilih menjadi peserta;
- Panitia akan mengontak pendaftar yang terpilih maupun tidak melalui email yang diberikan pada saat mengisi formulir pendaftaran;
- Panitia tidak menyediakan akomodasi mapun penjemputan ke tempat acara bagi peserta, kecuali yang disediakan oleh panitia.
Summer school ini diselenggarakan oleh Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Museum Ullen Sentalu.
Last update: 29 Mei 2024
Image: Arca Ganesa di Candi Singosari sekitar tahun 1910 (http://hdl.handle.net/1887.1/item:697162)