Prof. Dr. Marieke Bloembergen dari KITLV/Leiden University dalam kesempatan ini memberikan kuliah umum dengan tajuk The Burden of Colonial Things: Alternative Knowledge Production, Indonesian Perspectives, and the Search for Enlightenment, pada Kamis, 18 Agustus 2022, pukul 10.00-12.00 WIB. Acara ini diselenggarakan oleh Departemen Sejarah UGM dan dipandu oleh Dr. Agus Suwignyo. Perkuliahan ini juga merupakan bagian dari program kerja sama dengan Perkumpulan Program Studi Sejarah Se-Indonesia (PPSI) sehingga diikuti oleh dosen dan mahasiswa dari 12 universitas di Indonesia, yaitu Universitas Airlangga, Universitas Negeri Malang, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Halu Oleo, Universitas Sanata Dharma, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Universitas Jember, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Andalas, Universitas Hasanuddin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, dan Universitas Negeri Semarang. Mahasiswa yang memiliki kelas perkuliahan pada pagi hari wajib mengikuti perkuliahan ini sebagai gantinya.
Perkuliahan yang disampaikan Prof. Dr. Marieke mencoba untuk menjawab 3 pertanyaan: Pertama, mengapa dan bagaimana seharusnya kita menginterpretasi aspek politik dari produksi pengetahuan? Kedua, apa peran yang dimainkan objek dalam hal ini? Ketiga, hasil apa yang akan kita temukan semisal kita berfokus tidak kepada mengumpulkan dan mengakumulasi sumber, tetapi mengambil jarak dan melakukan dekonsumisasi?
Prof. Dr. Marieke berpendapat bahwa seharusnya, peneliti bergerak melampaui pendekatan kolonial. Pandangan yang memunculkan dikotomi antara pihak “kolonial” dan “ter-kolonialisasi”, serta “kolonial” dan “lokal”, dianggap mereduksi realitas yang kompleks. Ia memberikan 4 objek sebagai ilustrasi dari kompleksitas realitas sejarah dan alternatif pendekatan dalam penelitian. Objek-objek tersebut adalah sebuah perpustakaan yang dimiliki oleh Suyono, makanan para Teosofia, Ashram dan Bhagavad Gita dari Bali, dan sebuah kepala Budha. Dari objek-objek ini, peneliti dapat menjauhkan diri dari perspektif kolonial, memahami warisan, pandangan masyarakat, dan bagaimana masyarakat kolonial bekerja.
Pada akhirnya, untuk melampaui perspektif penelitian kolonial, Prof. Dr. Marieke mengajukan pendekatan alternatif. Ia mengatakan bahwa penggunaan sumber-sumber alternatif dapat memberikan cerita yang tidak tercakup dalam perspektif barat. Contoh nyatanya adalah mendatangi perpustakaan yang tidak umum, seperti perpustakaan Suyono, seorang Teosofia, ketimbang hanya mengunjungi pusat arsip nasional. Dari sana, dapat ditemukan kategorisasi yang berbeda dari pemerintah maupun pihak kolonial. Mendatangi narasumber tertentu dan mengamati benda-benda di sekitar, seperti makanan, juga disarankan. Dengan begitu, peneliti dapat mengamati relasi kuasa dan realitas yang lebih kompleks ketimbang dikotomi “kolonial” dan “ter-kolonialisasi”, serta “kolonial” dan “lokal”.
Rekaman perkuliahan umum dapat diakses di tautan berikut.
Penulis: Venessa Theonia