Pada hari Senin, 27 Oktober 2025 Departemen Sejarah mengadakan kegiatan Peluncuran dan Diskusi Buku “Nusakambangan Luar Dalam” suatu karya Historiografis dari Dr. Klass Stutje seorang Sejarawan dan Peneliti dari NIOD dan Universiteit van Amsterdam Belanda. Ia tertarik pada kajian sejarah sosial masyarakat di Hindia Belanda yang ditinjau dari sudut pandang akar rumput di mana narasi terkait kelompok masyarakat marjinal menjadi fokus utama dari kajian dan narasi Historis yang dikembangkannya. Pada kegiatan ini pula turut hadir Dr. Wildan Sena Utama dan Joss Wibisono yang mewakili Departemen Sejarah UGM yang pada kegiatan ini diberikan kesempatan untuk menjadi moderator dan juga penanggap dari diskusi akademik yang dilakukan oleh Dr. Klass Stutje. Kegiatan ini turut dihadiri pula oleh Mahasiswa S1 dan S2 serta beberapa Civitas Akademika Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Dalam Diskusi dan Peluncuran Buku “Nusakambangan Luar Dalam” ini, Dr. Klass Stutje berusaha untuk memberikan penjelasan dan paparan terkait situasi sosial, topografi, politik, dan ekonomi yang berjalan di kawasan Pulau Nusakambangan yang sejak periode kolonial sudah dikenal sebagai sebuah “Prision Island” atau Pulau Penjara. Pembahasan dimulai dengan penjelasan terkait konsep dan pandangan Pemerintah Kolonial terkait stabilitas tanah koloni yang secara penuh tidak pernah tercipta. Hal ini dikarenakan sejak setidaknya abad ke-19, terjadi peningkatan angka perlawanan dan pemberontakan dari masyarakat Bumiputera di berbagai wilayah Hindia Belanda yang berdampak pada tingginya kebutuhan akan Rumah Tahanan untuk mengakomodasi peningkatan jumlah tahanan perang tersebut. Nusakambangan menjadi salah satu wilayah yang memiliki kedudukan paling strategis dan diunggulkan untuk menjawab kebutuhan akan Rumah Tahanan ini. Narasi terkait Nusakambangan yang erat kaitannya dengan Pulau Tahanan dan Pulau Kriminal ini kemudian menumbuhkan stigma dan pandangan negatif sebagian besar masyarakat terkait pulau ini yang selalu dilekatkan dengan tempat berjalannya berbagai aktivitas terlarang dan ilegal dalam norma hukum ataupun sosial yang berlaku dalam masyarakat. Namun, dalam karya ini, Dr. Klass Stutje tidak hanya menyoroti persoalan terkait aktivitas penahanan dan hukum semata yang dijalankan di Pulau Nusakambangan, melainkan pula turut menyoroti persoalan sosial dan ekonomi yang terjadi antara masyarakat,”tahanan”, dan Petugas Penjara yang menetap di Pulau ini dengan berbagai dinamika yang terjadi.
Beberapa hal menarik yang didapatkan dari seminar ini adalah narasi dan penjelasan terkait aktivitas ekonomi dan konflik-konflik sosial secara horizontal yang terjadi di wilayah Pulau Nusakambangan. Salah satunya pada paruh awal abad ke-20, Nusakambangan dikenal sebagai kawasan penghasil komoditas karet yang diolah sebagai komoditas penunjang aktivitas produksi seperti ban dan karet seal untuk berbagai mesin yang dijalankan dalam industri di Hindia Belanda. Sebagian besar tenaga kerja yang digunakan untuk menjalankan aktivitas produksi perkebunan karet di Pulau Nusakambangan ini pula berasal dari para tahanan di mana mereka bekerja di bawah pengawasan dan aturan ketat yang dijalankan oleh Pemerintah Kolonial. Aktivitas kerja wajib di perkebunan-perkebunan karet ini, dalam berbagai literatur disebutkan sebagai salah satu rangkaian dari hukuman yang harus dijalankan oleh tahanan di Pulau Nusakambangan. Di samping itu, informasi menarik lainnya yang berkaitan dengan aktivitas transaksional dan konflik-konflik horizontal yang terjadi antara warga binaan dan para sipir kolonial utamanya yang berkaitan dengan suap untuk mendapatkan jam akses di luar sel secara lebih panjang ataupun tindakan kekerasan seksual dan kriminalitas yang terjadi antara warga binaan dengan masyarakat Bumiputera yang tinggal dan menempati Pulau Nusakambangan. Selain itu, sistem penahanan di Nusakambangan pula tidak dapat dilepaskan dari konteks segregasi sosial yang dibangun oleh Pemerintah Kolonial di tanah koloni di mana sebagian besar tahanan yang ditempatkan di Pulau ini adalah masyarakat Bumiputera laki-laki yang tidak memiliki hubungan kekerabatan ataupun menduduki posisi strategis sebagai seorang pejabat ataupun “priyayi” Bumiputera.
Dalam sesi diskusi muncul beberapa pertanyaan dan masukan terhadap karya Dr. Klass Stutje “Nusakambangan Luar Dalam.” Buku ini dianggap belum terlalu banyak menyoroti nasib para tahanan perang setelah menyelesaikan masa tahanan mereka di Pulau Nusakambangan. Selain itu, buku ini juga menjadi tantangan sekaligus peluang bagi penulis lainnya untuk melengkapinya dengan menggunakan sumber-sumber seperti wawancara lisan, kajian arsip, dan kajian media pers yang dituliskan berdasarkan sudut pandang masyarakat Bumiputera ataupun kelompok sosial lain di luar masyarakat Eropa. Dengan demikian, penggunaan sumber-sumber tersebut diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang Pulau Nusakambangan yang menyeluruh dan komperhensif.
Penulis: Mochamad Rizky Saputra

