
Pada hari Jumat, 11 Maret 2025, Departemen Sejarah berkolaborasi dengan FKKMK UGM dalam mengadakan acara bedah buku yang bertajuk: “Merawat Kehidupan: 100 Tahun Rumah Sakit Husada (Jang Seng Le)”. Acara berlangsung dari jam 13.00 hingga 15.30 WIB. Abdul Wahid, Laksono Trisnantoro, dan Soegianto Nagaria, masing-masing selaku Ketua Departemen Sejarah, FKKMK, dan Ketua Himpunan Rumah Sakit (RS) Husada memberi sambutan dalam rangka membuka acara tersebut.
Ravando Lie, selaku penulis buku dan juga pembicara pertama pada acara bedah buku tersebut, memaparkan materinya. Ravando berfokus kepada penjelasan dinamika dari RS Husada pada periode kolonial Belanda, yang menurutnya penting karena menjadi pondasi yang mengawali sepak terjang RS Husada pada sektor kesehatan. RS Husada pertama kali didirikan pada 28 Desember 1924, yang bermula dari perhimpunan Tionghoa dengan nama Jang Seng Ie yang diprakarsai oleh Dr. Kwa Tjoan Sioe. Perhimpunan ini kemudian berkembang menjadi sebuah poliklinik, hingga menjadi sebuah rumah sakit ketika pembangunan gedungnya dimulai pada 1931 di Jalan Prinsenlaan (sekarang Jalan Raya Mangga Besar).
Dr. Kwa dan pendiriannya RS Husada merupakan tekad nyata masyarakat kulit berwarna di Hindia Belanda untuk memajukan standar kehidupan mereka. Tak hanya itu, Ravando juga menyatakan bahwa institusi tersebut merupakan “pionir dalam perbaikan kesehatan di Batavia”. Hal tersebut dilakukan RS Husada melalui penanganan dan pengobatan pasien yang sangat terjangkau, atau bahkan digratiskan.
Materi kedua kemudian disampaikan oleh pembicara Baha’Uddin M.Hum. Selain mengulas pendekatan penulisan dari buku Ravando, ia juga menekankan akan pentingnya awal abad ke-20 bagi dunia kesehatan. Seiring perubahan kebijakan kesehatan Kolonial Belanda yang berkaitan dengan politik etis, rumah sakit non-pemerintah mulai banyak didirikan oleh masyarakat kulit berwarna. Rumah-rumah sakit ini memiliki tujuan dan nama sama, yakni sebagai lembaga penolong masyarakat. Menarik bila kemudian ingin mengulik lebih dalam kedepannya.
Penulis: Muhammad Fadhlan Hamidan